Berbagi Trip | Pulau | Seribu sebagai pesaing Pulau Bali?


Pulau Seribu sebagai pesaing Pulau Bali?

Pulau Seribu

Pulau Seribu sebagai pesaing Pulau Bali, ya hal itulah yang disampaikan Bapak Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan sapaan Ahok Gubernur DKI Jakarta. Beliau mengungkapkan bahwa Pulau Seribu memiliki wisata bahari yang tidak kalah dengan Bali. Mungkin sebagian orang akan berkata itu hanya sebuah bentuk promosi sang Gubernur untuk mendongkrak popularitas wisata daerahnya. Namun apabila dilihat dari sisi objektif harusnya Kita harus berkata jujur bahwa hal tersebut sangatlah mungkin terjadi. Jadi bukan sebuah omong kosong keindahan pantai dan laut Bali yang mampu menarik banyak wisatawan mungkin akan segera mendapatkan saingan baru dari Jakarta.

http://pulaubidadaritour.com/wp-content/uploads/2015/05/Pulau-Bidadari.jpg 

Selama beberapa dekade, keberadaan Pulau-pulau di kepulauan seribu memang seperti rahasia yang belum terungkap dan tersimpan di Teluk Jakarta. Baru beberapa tahun belakangan wisata Pulau seribu mulai menarik perhatian masyarakat Indonesia dan mulai dikenal oleh wisatawan mancanegara.

Dan patut diakui peran pemerintah khususnya pemerintah daerah DKI Jakarta dalam mengembangkan Kepulauan Seribu selama ini belumlah optimal. Potensi besar yang dimiliki kepulauan seribu belum dapat seluruhnya dapat muncul kepermukaan. Namun dengan perubahan nyata yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta akhir-akhir ini, di yakini hal tersebut akan memunculkan perubahan yang sangat besar terhadap perkembangan wisata Pulau Seribu.

Apabila kita berkaca dari data-data statistik, kita akan menemukan bahwa wisata pulau seribu sudah menuju kepada perkembangan yang sangat positif. Data statistik yang di ambil dari ASITA Bali (Perkumpulan travel agent Pulau Bali) menunjukan total wisatawan ke Pulau Bali di tahun 2014 berjumlah kurang lebih 10 juta wisatawan baik domestik maupun mancanegara, Sementara menurut data dinas pariwisata DKI Jakarta pada tahun yang sama jumlah wisatawan ke Pulau Seribu berjumlah kurang lebih diangka 2 juta wisatawan. Jadi sudah mencapai 1/5 jumlah wisatawan yang ke Pulau Bali.

Bayangkan dengan potensi wisata yang belum serius digali seperti wisata Bali, Pulau Seribu sudah mencapai 1/5 dari total kunjungan wisatawan ke Pulau Bali. Tentunya hal ini adalah suatu data yang sangat mencengangkan dan menunjukan seberapa besar potensi wisata Pulau Seribu.

Dengan niat serius Pemerintah DKI Jakarta yang didukung pemerintah pusat dan masyarakat Jakarta, diyakini dalam jangka tidak lama lagi wisata Pulau seribu akan menjadi pesaing baru wisata Pulau Bali.

Berbagi Trip | Pulau Seribu | Sejarah dan Budaya Masyarakat

Sejarah dan Budaya Masyarakat Pulau Seribu, yang akan kita bahas dan kita gali kali ini adalah tentang masyarakat Pulau Seribu, dan juga tentang sejarah dan budaya yang membentuknya sehingga munculah “orang pulo” sebutan buat penduduk yang tinggal di Pulau Seribu saat ini. Pulau Seribu sendiri dinamakan ‘Pulau Seribu‘, dikarenakan jumlah pulaunya yang sangat banyak sehingga dinamai dengan nama tersebut. Namun menurut catatan Pemerintah Daerah, jumlah pulaunya hanya berkisar 300an pulau dengan sekitar 110 pulau yang mempunyai habitat alam berupa flora dan fauna.
Sejarah Pulau Seribu

Pulau Seribu yang merupakan bagian dan kesatuan dari kepulauan Nusantara, tepatnya berada di Teluk Jakarta. Pada ratusan tahun yang lalu, pulau-pulau karang mulai terbentuk di atas koloni binatang karang yang sudah mati di Teluk Jakarta. Koloni ini tumbuh pada dasar laut yang dangkal, dan lapisan atasnya muncul ke permukaan laut karena proses pelapukan dari karang tersebut. Kemudian di atas daratan karang lapuk tersebut mulailah tumbuh beberapa jenis pohon sehingga jadilah daratan yang ditutupi pasir yang sekarang kita kenal sebagai Pulau Seribu.


Catatan sejarah tertua di Pulau seribu adalah berupa Prasasti peninggalan Belanda dari abad 16, yang tepatnya ada di Pulau Onrust. Namun sebenarnya bangsa Portugis lebih dahulu datang ke Sunda kelapa (pelabuhan di Jakarta) sebelum Belanda, yaitu tepatnya pada tahun 1513 dimana saat itu Kota Jakarta masih masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Tapi entah mengapa, Bangsa Portugis saat itu tidak meninggalkan jejaknya di Pulau seribu. Selain peninggalan prasasti tersebut, ada juga peninggalan sejarah berupa bangunan benteng pertahanan di Pulau Kelor, Pulau Bidadari dan juga Pulau Onrust yang sampai saat ini masih dapat kita saksikan di tiga pulau tersebut. Dan juga untuk kita ketahui bersama, bahwa pada masa abad ke-17, peta buatan Belanda sudah menandai adanya pulau-pulau di sekitar Pulau Panggang yang telah berpenghuni.

peta pulau seribu zaman belanda

peta pulau seribu zaman belanda

Juga jangan dilupakan peninggalan sejarah berupa makam-makam yang ada di Pulau Seribu seperti makam Panglima Hitam Pulau Tidung, makam Ratu Syarifah Fatimah, ratu keturunan Arab yang berkuasa di Kesultanan Banten pada abad 17, makam Raja Pandita dari kerajaan Tidung Kalimantan, makam Habib Ali bin Ahmad bin Zen Al Aidid di Pulau Panggang (abad 18), makam legenda Darah Putih di Pulau Panggang, makam Syarif Maulana Syarifudin (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau Kelapa, dan makam Sultan Mahmud Zakaria (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau Panjang. Itu semua tentunya menunjukan Pulau seribu memiliki catatan sejarah yang kuat, dan apabila digali lebih dalam lagi, hal ini pasti akan membuka dan menyambung lembaran-lembaran cerita yang sudah ditemukan sebelumnya.

Budaya Masyarakat Pulau Seribu

Masyarakat Pulau Seribu dipercayai mulai terbentuk dan bermula dari Pulau Panggang. Dan setelah permukiman di Pulau seribu semakin meluas, maka penyebaran penduduk dan budayanya berlangsung dari satu pulau ke pulau lain, seperti Pulau Tidung, Pulau Untung jawa, Pulau Pramuka, Pulau Pari dan pulau lainnya.

Budaya dan karakteristik ‘orang pulo‘ panggilan dari masyarakat Pulau panggang pada masa itu sangat berbeda dengan masyarakat betawi, walau daerahnya sangat berdekatan dengan kota Jakarta. Dan juga tidak juga berkarakter sama dengan masyarakat Banten walau sebagian penduduk awal berasal dari Banten. Masyarakat Pulau Panggang tersebut lebih mempunyai kecenderungan memiliki karakteristik dan budaya tersendiri yaitu campuran budaya Banten, budaya dan karakteristik masyarakat Kalimantan, karakter orang suku mandar sulawesi, budaya masyarakat Sunda dan dengan sedikit bumbu budaya dan karakter masyarakat Betawi. Hasil perpaduan yang sangat kompleks tersebut menghasilkan sebuah budaya dan karakter baru, yaitu karakter ‘Orang Pulo‘ sebutan buat masyarakat awal Pulau Panggang, yang kemudian tentunya membentuk dan menjadi karakter dan budaya masyarakat Pulau Seribu.

Hasil perpaduan budaya yang menghasilkan karakterisitik dan budaya yang tersendiri di Pulau Seribu dapat kita lihat dalam gaya bahasa gerak-gerik dan juga pemikiran mereka. Gaya bahasa mereka yang cenderung bervolume keras dalam berbicara seperti orang Sulawesi, lincah dan gesit seperti tipikal orang banten dan karakter-karakter kesukuan Indonesia lainnya.

Juga dengan penamaan kuliner oleh ‘Orang Pulo‘ yang memiliki gaya bahasa tersendiri dan terdengar ‘unik’. Seperti penyebutan makanan sejenis lontong isi atau nasi uduk yang biasa dimakan untuk sarapan dengan sebutan ‘Selingkuh‘, sambal segar untuk teman sajian ikan bakar yang disebut mereka sambal beranyut, Puk cue’ untuk sebutan makanan sejenis pempek dari palembang dan banyak lagi.

Memadukan Sejarah dan Budaya Pulau Seribu

Sejarah dan Budaya memang diakui sebagai salah satu instrument berhasilnya suatu daerah memajukan pariwisata daerah tersebut. Sumber daya alam berupa keindahan laut, gunung, pantai dan yang lain lagi, belum tentu menjadi tolak ukur besarnya potensi pariwisata suatu daerah. Perpaduan semua hal tersebutlah yang akan menentukan keberhasilan kemajuan pariwisata daerah tersebut.

Oleh sebab itu dengan pengembangan dan penggalian sejarah dan budaya di Pulau Seribu, diharapkan hal ini akan mampu meningkatkan potensi pariwisata Pulau Seribu yang cantik ini. Sehingga diharapkan suatu saat, Pulau Seribu bisa menjadi daerah tujuan wisata favorit, sebagaimana halnya Bali sebagai kota wisata budaya dan alamnya, atau Kota Yogyakarta yang dikenal dengan kota sejarah dan budayanya.

Lain cerita Gunung Agung

http://imgc.allpostersimages.com/images/P-473-488-90/70/7090/HN4V100Z/posters/michele-falzone-indonesia-bali-rendang-rice-terraces-and-gunung-agung-volcano.jpg 
Mitos yang begitu diyakini oleh warga adalah, untuk mendaki Gunung Agung yang ada di Bali para pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang biasanya berlaku diantaranya adalah para pendaki wajib minta ijin ketika melewati tempat-tempat tertentu, ketika akan beristirahat, buang air kecil dan besar. Disini ada pula aturan tak tertulis yang melarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan. Dan tak ketinggalan ada pula larangan mendaki gunung Agung pada hari besar keagamaan.

http://cdn.ipernity.com/114/99/05/7549905.c9627d66.640.jpg?r2 
Sementara peraturan mistis lainnya adalah jumlah pendaki Gunung Agung harus berjumlah genap. Masyarakat Hindu Bali sangat percaya bahwa mendaki Gunung Agung dengan jumlah pendaki ganjil akan membawa malapetaka bagi para pendaki. Sebagaimana yang kita tau bahwa sesuatu yang gaib memang tidak semua orang dapat mempercayainya, sebab untuk mengetahui sesuatu yang gaib itu tidak semua orang bisa.
Peristiwa – peritiwa gaib sering dialami para pendaki hampir di seluruh gunung – gunung yang terkenal dengan keangkerannya. Para pendaki sering diingatkan oleh masyarakat setempat, petugas, maupun peraturan yang jelas – jelas berisi pantangan – pantangan yang berhubungan dengan makhluk halus penghuni gunung yang bersangkutan.
Untuk mendaki Gunung Agung di Bali pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang umum berlaku misalnya pendaki wajib minta ijin ( permisi ) ketika melewati tempat-tempat tertentu, mau beristirahat, mau buang air. Dilarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan ( haid ). Larangan mendaki gunung Sindoro pada hari jawa Wage dan Selasa Kliwon. Larangan mendaki gunung Agung pada hari besar agama.

https://pakdaveinbali.files.wordpress.com/2014/07/vulkaan.jpg
Terlepas dari percaya atau tidak percaya, seorang pendaki yang sopan harus tetap mengikuti peraturan – peraturan masyarakat setempat.
Mahkluk Halus menurut masyarakat Jawa, dimana gunung – gunung nya masih dianggap angker, dapat dibagi menjadi beberapa golongan yakni:
1. Roh Leluhur adalah roh semua orang yang sudah meninggal dunia. Orang percaya bahwa waktu manusia meninggal dunia, jiwanya akan melayang – layang di atas rumahnya selama empat puluh hari. Setelah itu jiwanya akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan orangnya. Biasanya orang percaya bahwa roh leluhur bersifat baik dan akan menjaga anak cucunya.
2. Dhahnyang adalah mahluk halus yang tertinggi dan biasanya mendiami tempat seperti gunung, sumber mata air, sungai, desa, mata angin atau bukit. Mahluk halus ini bersifat baik dan suka menolong manusia. Dhanhyang seringkali dianggap sebagai Roh Pelindung.
3. Demit adalah Roh Sakti yang mendiami tempat-tempat angker yang biasa disebut punden, seperti reruntuhan candi kecil, pohon beringin, makam tua, mata air yang tersembunyi, batu besar, dll. Dhemit sering dimintai pertolongan oleh manusia yang biasanya meminta kekayaan, kesehatan, kesembuhan, keturunan, keselamatan, pengasihan. Biasanya disertai dengan selamatan sederhana berupa nasi tumpeng, ayam, kue, dan bunga.
Di dunia ini sebenarnya memiliki tujuh macam alam kehidupan, termasuk alam yang dihuni oleh manusia. Masing – masing alam ditempati oleh bermacam – macam mahkluk. Mahkluk – mahkluk dari tujuh alam tersebut, pada prinsipnya mereka mengurusi alamnya masing – masing, aktivitas mereka tidak bercampur, setiap alam mempunyai urusannya masing – masing.
Dari tujuh alam itu hanyalah alamnya manusia yang mempunyai matahari dan penduduknya yang terdiri dari manusia, binatang dan lain – lain mempunyai badan jasmani. Penduduk dari 6 alam yang lain mereka mempunyai badan dari cahaya ( badan Cahya ) atau yang secara populer dikenal sebagai mahkluk halus, mahkluk yang tidak kelihatan.
Di 6 alam itu tidak ada hari yang terang berderang karena tidak ada matahari. Keadaannya seperti suasana malam yang cerah dibawah sinar bulan dan bintang – bintang yang terang, maka itu tidak ada sinar yang menyilaukan seperti sinar matahari atau bagaskoro ( Jawa halus ). Selamatan sering diadakan untuk menghormati dan sebagai rasa terima kasih kepada roh leluhur misal upacara Bersih Desa. Setiap 1 Suro beberapa masyarakat gunung sering memberi sesaji keselamatan berupa kepala kerbau yang ditanam di puncak atau di kawah.
Sesaji kepada roh leluhur masyarakat Bromo terkenal dengan upacara Yadnya Kasada. Manusia juga sering memberi sesaji kepada mahkluk halus agar terhindar dari berbagai gangguan, sesaji pada umumnya berupa makanan, minuman, bunga, uang, rokok, kadang pakaian, ada juga yang memberi sesaji minuman keras yang memabukkan.
Untuk menghindari gangguan Makhluk Halus kadang manusia membuat rintangan dengan membuang buah – buahan yang berbau busuk atau bau – bauan lain yang tajam. Manusia juga sering minta pertolongan mahluk halus di gunung – gunung tertentu, untuk berbagai keperluan misal minta keselamatan, kekayaan, kenaikan pangkat, penglarisan, jodoh, dll. Mahkluk halus yang baik sering memberi pertolongan kepada pendaki gunung yang tersesat dengan menyamar menjadi binatang misalnya burung. Di gunung Sumbing konon pendaki yang ketinggalan temannya akan ditemani oleh sesosok orang yang sebaya dengan pakaian putih.
Beberapa gunung terkenal sebagai tempat untuk mencari Pesugihan ( kekayaan ), pangkat, penglarisan, dll. Hal ini biasanya terjadi karena dahulunya di gunung tersebut terdapat tempat – tempat yang pernah dihuni, dipakai bertapa, atau tempat mokswa tokoh – tokoh terkenal. Mokswa adalah tingkatan kesempurnaan hidup yang tertinggi dimana manusia menghilang bersama roh dan raganya.

Kehadiran manusia di tempat – tempat yang dihuni mahkluk halus kadangkala menimbulkan gangguan bagi mahkluk halus, oleh sebab itu sebaiknya manusia minta ijin ( permisi ) terlebih dahulu bila memasuki wilayah mereka. Bau – bauan sering mengganggu mereka, untuk itu seorang pendaki jangan sembarangan buang air. Bau rokok dan minuman keras dapat membangunkan mahkluk halus yang sedang tidur. Suara gaduh juga bisa membuat marah mahkluk halus.

Pendaki yang iseng memindahkan atau merusak tanaman atau benda – benda, bisa jadi secara tidak sadar ikut merusak tempat tinggal mahkluk halus. Memindahkan batu besar yang diyakini sebagai tempat tinggal mahkluk halus, kadang kala tidak pernah berhasil, begitu juga dengan upaya menebang pohon besar seringkali gagal, harus dengan disertai upacara membayar ganti rugi, berupa sesaji khusus.

Bagi pendaki yang pernah melakukan pendakian seorang diri pasti akan merasakan berbagai suasana nuansa gaib. Percaya atau tidak dengan alam mahkluk halus, setiap pendaki tetap harus memahami tempat – tempat yang dianggap sakral dan angker oleh masyarakat setempat. Setidak – tidaknya bisa membawa oleh – oleh bahan cerita yang seru tentang gunung yang didaki.

Seorang Pecinta Alam Sejati akan menyapa matahari ketika muncul di ufuk timur. Hembusan angin kencang dianggap sebagai kejenakaan seorang sahabat, kucuran hujan deras adalah ajakan alam untuk bermain dan bercanda. Batu besar atau batang pohon bisa menjadi kawan kita berbicara, Burung – burung mengajak kita bernyanyi. Alam memang memiliki roh kehidupan. Pendaki yang ramah dan menghormati alam, dia akan turun gunung dengan semangat hidup yang baru yang dipenuhi spirit of the mountain.