Gunung Ciremai merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang memiliki kawah ganda yang terletak di Tiga kabupaten, Kabupaten Cirebon, Kabupaten, Kuningan, dan Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Dengan ketinggian 3078 meter di atas permukaan laut, Gunung Ciremai memiliki pesona tersendiri yang dapat menarik perhatian bagi para pendaki untuk menjelajahinya. Tapi apakah kalian tahu ? Ternyata Gunung Ciremai menyimpan banyak sekali misteri di dalamnya. Berikut Tujuh Misteri Gunung Ciremai.
Nyi Linggi dan Macan Tutul
Misteri yang pertama adalah "Nyi Linggi dan dua macan kumbang", misteri ini cukup terkenal di masyarakat sekitar Gunung Ciremai. Menurut Juru Kunci di sana, Setelah Sunan Gunung jati tidak lagi bertapa di Batulingga dan digantikan oleh Nyi Linggi yang datang ke tempat itu.
Nyi Linggi datang ke Batulingga dengan ditemani oleh dua binatang kesayangannya yaitu macan tutul. Tujuan kedatangan Nyi Linggi ke Batulingga ialah untuk mendapatkan ilmu kedigdayaan. Tapi sayangnya Nyi Linggi gagal dan akhirnya meninggal dunia di Batulingga.
Dan kabar untuk kedua Hewan kesayanganya itu, hilang entah kemana. Kejadian aneh yang sering terjadi di sekitar Batulingga, yaitu sosok Nyi Linggi dan dua Macan tutul sering menampakkan diri.
Cikal Bakal Nenek Moyang
Tidak hanya sebagai tempat bertapa Sunan Gunung Jati, ternyata Gunung ini telah dihuni oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Masyarakat yang hidup disekitar Gunung Ciremai meyakini bahwa asal-usul masyarakat Jawa Barat adalah Dari Gunung Ciremai ini.
Sekitar tahun 1972, telah ditemukanya batu besar yang memiliki bentuk seperi peti mati, yang umurnya sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi. Para peniliti sepakat, Wilayah Kuningan Gunung Ciremai merupakan tempat bermukim manusia-manusia Tua.
Injak Bumi Hindari Hantu
Juru Kunci Gunung Ciremai "Maman" selalu menghentikan langkahnya dan mengucapkan Assalamualikum ketika hendak memasuki Pos. Menurut Maman, jika kita tidak ingin diganggu oleh Makhluk Halus dan ingin selamat, injak bumi sebanyak tidak kali lalu ucapkan salam.
Ritual ini bermakna bahwa Makhluk Halus yang menguasai tempat itu, tidak akan marah dan merasa tersinggung bila ada manusia yang datang.
Misteri Jalak Hitam Bagi pada pendaki yang telah sampai di Pos VI atau Pengalap ( jemputan ), sebaiknya harus ekstra berhati-hati. di Pos Pengalap hampir setiap pendaki di datangi oleh Burung Jalak Hitam dan Tawon Hitam yang keberadaanya masih menjadi misteri hingga saat ini.
Bagi masyarakat Linggarjati siapa saja yang ingin mencapai puncaknya dengan cepat dan selamat sampai di rumah diharuskan membawa untuk ikan asin.
Pantangan di Gunung Ciremai Hati-hati bila ingin mendaki Gunung Ciremai ini, karena ada beberapa pantangan yang harus kita perhatikan. Menurut juru kunci Gunung Ciremai, pantangannya adalah tidak boleh memegang lutut, mengeluh, kencing dan buang air besar sembarangan, serta setiap kali pendaki hendak memasuki dan meninggalkan pos diwajibkan untuk mengucapkan salam sebagai tanda kesopanan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Di kampung Sopen, Biak Barat pada zaman dahulu tinggal sebuah keluarga yang mempunyai beberapa anak lelaki. Salah seorang dari anak tersebut bernama Mananamakrdi.
Di sekujur tubuh Mananamakrdi dipenuhi kudis. Sangat berbau ia hingga orang-orang tidak tahan berdekatan dengannya. Karena itu Mananamakrdi sangat dibenci, tidak hanya oleh orang-orang di dalam sukunya, melainkan juga oleh saudara-saudara kandungnya. Saudara-saudara kandungnya sudah tidak tahan lagi mendapati Mananamakrdi berada di dekat mereka hingga mereka pun mengusir Mananamakrdi dari rumah mereka.
Cerita Rakyat Dari Papua
Mananamakrdi berjalan ke arah timur hingga ia tiba di sebuah pantai. Ia lantas mengarungi lautan luas dengan menaiki perahu yang tertambat di pantai itu. Beberapa saat berlayar, Mananamakrdi mendarat di pulau Miokbudi. Mananamakrdi memutuskan untuk tinggal di pulau itu.
Di pulau Miokbudi banyak ditumbuhi pohon sagu dan juga kelapa. Setiap hari Mananamakrdi memangkur sagu, dari pagi hingga sore hari, untuk memenuhi kebutuhan makannya. Ia juga menyadap air nira dengan bambu dan mernbuat tuak yang dilakukannya setelah selesai memangkur sagu. Pada suatu sore Mananamakrdi terkejut ketika mendapati bambu yang digunakannya untuk menyadap air nira telah kosong. Mananamakrdi sangat kesal. Pada malam harinya Mananamakrdi duduk di pelepah daun kelapa untuk menangkap pencuri air niranya. Hingga larut malam si pencuri belum juga datang.
Menjelang datangnya pagi, sesuatu yang bersinar dari langit mendekati pohon kelapa tempat Mananamakrdi menunggu. Sesuatu itu lantas hinggap di pohon kelapa dan meminum seluruh air nira sadapan Mananamakrdi. Sebelum sesuatu itu hendak kembali, Mananamakrdi bergerak cepat untuk menangkapnya.
"Siapa engkau?" seru Mananamakrdi.
"Aku Sampan si bintang pagi," jawab sesuatu yang bersinar itu. "Lepaskan aku karena matahari hampir terbit."
Mananamakrdi tak ingin buru-buru melepaskan Sampan. Ia meminta Sampan menyembuhkan penyakit kudisnya dan memberinya seorang gadis berwajah cantik untuk diperistrinya.
Sampan bersedia memenuhi keinginan Mananamakrdi. Ia menyarankan agar Mananamakrdi menuju pantai di dekat hutan itu. Di pantai itu tumbuh pohon bitanggur. Kata Sampan, "Jika ada gadis yang engkau kehendaki tengah mandi di pantai, lemparkan satu buah bitanggur ke laut. Niscaya gadis itu akan menjadi istrimu."
Mananamakrdi menuruti saran Sampan. Ia menuju pantai di mana terdapat pohon bitanggur besar Dilihatnya beberapa gadis tengah mandi di pantai itu. Tak ada seorang pun dari gadis-gadis itu yang menarik minatnya. Ia lantas menunggu di bawah pohon bitanggur itu. Pada suatu sore Mananamakrdi melihat seorang gadis berwajah sangat cantik mandi di pantai. Mananamakrdi terpesona padanya. Ia lantas memanjat pohon bitanggur dan melemparkan buah bitanggur ke laut.
Gadis cantik itu bernama Insoraki, putri Kepala Suku dari Kampung Meokbundi. Buah bitanggur yang dilemparkan Mananamakrdi mengenai tubuhnya ketika ia tengah mandi. Meski telah dibuangnya jauh jauh, buah bitanggur itu kembali mendekati dan mengenainya. Karena jengkel, Insoraki lantas pulang ke rumahnya.
Tak berapa lama kemudian Insoraki mengalami kejadian yang sangat mengejutkan. Ia mengandung. Orangtua dan segenap warga Kampung Meokbundi menjadi gempar dan terheran-heran. Bagaimana mungkin Insoraki yang belum bersuami itu mengandung, sementara Insoraksi dikenal sebagai gadis yang baik akhlaknya?
Berselang sembilan bulan kemudian Insoraki melahirkan seorang bayi lelaki. Kembali keanehan didapati warga Kampung Meokbundi ketika melihat bayi lelaki itu tidak menangis ketika dilahirkan, melainkan tertawa. Bayi lelaki itu lantas diberi nama Konori dan dibuatlah pesta ketika bayi itu diberi nama. Mananamakrdi datang menghadiri pesta tersebut. Ketika mendapati Mananamakrdi, Konori mendadak merangkak menuju Mananamakrdi dan berteriak-teriak, "Ayaaah ...!"
Orang-orang terperanjat. Kian terperanjat mereka saat Konori menjelaskan bahwa lelaki berpenyakit kudis di sekujur tubuhnya itu adalah ayahnya. Mananamakrdi dan Insoraki akhirnya dinikahkan.
Sejak Mananamakrdi tinggal di kampung Meokbundi, Kepala Suku dan warga kampung meninggalkan kampung mereka karena tidak tahan mencium bau busuk dari tubuh Mananamakrdi. Jijik pula mereka melihat tubuh Mananamakrdi yang penuh dengan kudis itu. Kampung Meokbundi pun akhirnya sepi dan hanya dihuni Mananamakrdi, Insoraki, dan Konori.
Mananamakrdi merasa sedih mendapati kenyataan itu. Ia pun menagih janji Sampan. Ia pun mendapat petunjuk. Mananamakrdi lalu membakar kayu-kayu kering. Setelah api membesar, ia memasuki api besar yang membakar itu. Keajaiban pun terjadi. Mananamakrdi keluar dari nyala api dengan tubuh bersih dari penyakit kudis. Wajahnya sangat tampan.
Sejak peristiwa tersebut Mananamakrdi mempunyai berbagai kesaktian. Mananamakrdi lantas menyebut dirinya Masren Koreri yang berarti lelaki yang suci.
Pada suatu hari Mananamakrdi berdoa. Terciptalah kemudian sebuah perahu layar. Mananamakrdi lantas mengajak anak dan istrinya untuk melayari laut luas. Mereka mendarat di wilayah Mandori, di dekat Manokwari. Mananamakrdi dan anak serta istrinya lantas memutuskan berdiam di tempat yang berbukit-bukit itu.
Cuaca di Mandorijika pagi hari sangat dingin dan diselimuti kabut tebal. Ketika matahari terbit, udara berubah menjadi hangat dan kemudian menjadi panas. Ketika mendapati cuaca yang panas, Konori berteriak-teriak memanggil ayahnya,
"Ayah ... Irian! Irian!"
Maka, sejak saat itu wilayah itu pun disebut dengan nama Irian yang di dalam bahasa Biak berarti panas.
Pesan moral dari Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Dari Papua adalah setiap penyakit itu diturunkan tuhan dengan obat penyembuhnya. Oleh karena itu jika kita sakit, wajib kita berusaha mencari obat kesembuhannya.
Suku Inca merupakan peradaban yang mendiami wilayah Andes di Amerika Selatan dan mengalami perluasan sejak awal abad ke 15 setelah masehi. Peradaban dari suku tersebut ditaklukkan oleh bangsa Spanyol pada 1530-an. Meski takluk, para pemimpin Inca masih memberi perlawanan hingga 1572. Saat itu, kota terakhir mereka yang bernama Vilcabamba berhasil dikuasai kolonial Spanyol.
Suku Inca membangun peradaban mereka tanpa roda, tenaga hewan pengangkut, perkakas besi, mata uang, atau bahkan sesuatu yang kita anggap sebagai sistem tulisan. Salah satu situs arkeologi yang paling terkenal milik peradaban Inca adalah Machu Picchu, yang dibangun sebagai tempat pengasingan para raja Inca.
Inca menyebut kerajaan mereka sebagai Tawantinsuyu, atau “Tanah Empat Penjuru”, dan menggunakan bahasa resmi bernama Quechua. Kerajaan dibagi menjadi empat “suyu”, dimana semuanya saling beririsan dengan ibukota, Cuzco. Setiap suyu kemudian dibagi menjadi beberapa provinsi.
Kerajaan Inca mencapai puncak kejayaan melalui ekspansi yang dilakukan Maharaja Huayna Capac. Ia memerintah dari 1493 hingga sekitar 1527 dan meninggal akibat cacar. Menurut para peneliti, saat berada pada puncak kekuasaan, wilayah kekuasaan kerajaan Inca terentang dari perbatasan Ekuador dan Kolombia sampai sekitar 80 kilometer ke utara kota Santiago, Cili. Wilayah ini diperkirakan seluas 775.000 km² dengan populasi sebanyak 12 juta jiwa.
Ketika Spanyol menaklukkan kerajaan Inca, mereka takjub dengan apa yang mereka lihat. Kota di Inca memiliki luas seperti kota Eropa lainnya, namun lebih tertata rapih, lebih bersih, dan lebih nyaman dihuni. Selain itu, penjajah Spanyol juga menemukan bahwa sistem jalan dan pengairan di wilayah Andes ternyata lebih baik daripada di Eropa.
Asal Mula Suka Inca
Peradaban suku Inca berasal dari kota Cuzco yang kini terletak di Peru bagian selatan. Asal mula suku Inca masih meragukan, namun para peneliti menemukan bahwa pada masa sebelum Inca, Cuzco merupakan titik yang menghubungkan dua kerajaan terdahulu, yang satu bernama Wari dan lainnya kerajaan yang terletak di kota Tiwanaku.
Berada di tengah kedua kerajaan membuat Inca memperoleh banyak keuntungan. Salah satu keuntungan yang terpenting adalah ketersediaan infrastruktur, yang telah dibuat oleh kerajaan sebelumnya. Keberadaan sistem jalan raya dan pengairan dari kerajaan sebelumnya itulah yang akhirnya memberi kemudahan terhadap perluasan wilayah Inca di awal kemunculannya.
Sejarah lisan Inca, seperti yang terekam oleh bangsa Spanyol, menunjukkan bahwa ekspansi Inca berawal pada masa pemerintahan Pachacuti selama 1438 – 1471. Tradisi lisan setempat berkata bahwa Pachacuti menjadi penguasa setelah menghentikan invasi dari kelompok musuh bernama Chancas. Keberhasilan tersebut membuatnya berusaha memperluas wilayah kekuasaan Inca melebihi dari sekedar wilayah Cuzco.
Inca lebih memilih untuk membuat musuh menyerah dengan damai. Serangan militer adalah pilihan terakhir. Mereka berusaha melakukan diplomasi, negosiasi, membangun hubungan dengan tetangga, dan mempererat hubungan damai lewat bertukar hadiah, pernikahan, atau aliansi politik. Jika upaya tersebut gagal, mereka akan mengancam melakukan serangan militer, dan jika masih gagal, barulah mereka melakukan serangan militer.
Meski tidak mengembangkan apa yang kita anggap sebagai sistem tulisan formal, Inca memiliki perangkat perekam, yang dikenal sebagai quipu. Hingga kini, para ilmuwan modern masih belum mampu menerjemahkan hasil rekamannya, namun perangkat tersebut diketahui digunakan untuk menciptakan rekaman seperti saat sensus.
Cuzco merupakan ibukota dari kerajaan Inca. Kota ini memiliki tempat ibadah terbesar berbentuk kuil bernama “Coricancha” yang berarti “rumah emas.” Kuil ini memiliki emas yang tertanam di berbagai bagian kuil seperti dinding, loteng, dan altar. Emas di Cuzco kemudian dirampas oleh bangsa Spanyol saat merebut wilayah mereka. Setelah ditaklukkan Spanyol, kota Cuzco dibangun kembali dan masih tetap ada sampai saat ini.
Budaya dan Tradisi Suku Inca
Suku Inca menyembah kumpulan dewa seperti dewa pencipta “Viracocha”, dewa matahari “Inti”, dewa petir “Illapa”, dan dewi bumi “Pachamama”, dan berbagai dewa lainnya. Selain itu, mereka juga memiliki dewa lainnya yang berasal dari wilayah yang ditaklukkan kerajaan. Setiap dewa disembah dalam berbagai ritual seperti berdoa, berpuasa, mengorbankan hewan, dan yang paling mengerikan adalah mengorbankan manusia, biasanya anak dan remaja.
Suku Inca juga mengawetkan orang yang meninggal menjadi mumi sebagai bagian penting dalam ritual penguburan Inca, bahkan pada mereka yang merupakan orang asing. Setelah direbut Spanyol, seorang bernama Guaman Poma yang berbahasa Quechua dan merupakan penduduk asli Andes, menerbitkan catatan sejarah yang menjelaskan bahwa November merupakan “bulan yang membawa kematian”. Ia menganggap bulan tersebut merupakan waktu dimana masyarakat akan memberi makan para mumi dari nenek moyang mereka.
Jagung dan daging biasanya dianggap sebagai makanan mewah bagi masyarakat Inca dan hanya dimakan oleh “pengantin” dan pendampingnya setahun sebelum mereka dikorbankan. Selain makanan mewah, terdapat barang lainnya yang termasuk dalam makanan suku Inca termasuk kentang manis, quinoa, buncis, dan cabe.
Aspek yang paling tidak biasa dari suku Inca adalah aspek ekonomi. Masyarakat Inca lemah dalam sistem pasar dan perdagangan. Setiap penduduk dari kerajaan diberikan seluruh kebutuhan hidup oleh pemerintah, termasuk makanan, peralatan, bahan mentah, dan pakaian. Mereka tidak perlu membayar apapun. Masyarakat Inca juga tidak memiliki toko atau pasar. Kebutuhan yang terpenuhi oleh pemerintah membuat mereka memerlukan mata uang standar atau uang, dan tidak ada gunanya untuk mengeluarkan uang atau berdagang untuk kepentingan tertentu.
Warisan Peradaban Suku Inca
Warisan suku Inca yang paling dikenal adalah emas dan perak, dan benda-benda ini masih banyak yang terawat hingga saat ini. Akan tetapi, warisan yang paling mengagumkan dari suku Inca adalah produk tekstil. Pakaian buatan suku Inca merupakan pencapaian artistik terbesar menurut masyarakat modern.
Masyarakat Inca memproduksi katun, mengumpulkan wol, dan keduanya digunakan menjadi produk tekstil yang rumit. Wol yang paling bagus kualitasnya diberi nama cumpi. Wol ini merupakan bahan dasar khusus untuk kerajaan dan bangsawan. Selain keduanya, masyarakat Inca terkadang juga menggunakan bahan dasar yang eksotis, seperti rambut kelelawar atau bulu hummingbird, sebagai salah satu bahan bahan dasar untuk membuat permadani warna-warni.
Selain tekstil, Inca juga menghasilkan karya batuan yang sangat indah. Pekerja terampil mereka membangun batu secara sempurna tanpa menggunakan mortar apapun. Saking detailnya, bisa dibilang bahwa objek seperti silet pun tidak dapat menemukan ruang jika kedua batu ditumpuk.
Saat ini, banyak tradisi Inca yang diwariskan dan bertahan di wilayah Andes. Pembuatan tekstil masih populer, makanan yang mereka makanan kini mulai diperkenalkan ke seluruh dunia, situs arkeologis seperti Macchu Picchu menjadi wilayah yang populer untuk menarik turis, dan bahkan bahasa resmi mereka, Quechua, masih banyak digunakan.
Bahasa Quechia masih banyak digunakan oleh masyarakat Amerika asli. Masyarakat ini diperkirakan berjumlah enam hingga sepuluh juta penduduk dan tinggal di wilayah Andes. Jika mengacu peta saat ini, wilayah ini merentang dari bagian selatan Kolombia menuju Ekuador, Peru, dan Bolivia, hingga mencapai wilayah barat laut dari Argentina dan utara dari Cili.